SEKULARISME ISLAM di indonesia
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
Pada
Jurusan PAI-D Semester IV
Tahun Akademik 2011/2012
Disusun
Oleh:
AMINNUDIN
NIM: 1410110122
Dosen
Pembimbing :
IWAN
AHENDA, M.Ag.
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
TAHUN
2012
KATA
PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun makalah yang bertema “Sekularisme Islam Di Indonesia” untuk
memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam.
Shalawat
dan salam semoga di limpahkan kepada Rasulullah SAW, beserta keluarganya,
saudaranya, sahabatnya, penyebar dan penghidup sunnahnya hingga hari
pembalasan.
Dalam masalah ini akan menerangkan tentang Pendekatan Pemikiran Dalam Islam, di harapkan makalah ini
dapat memberikan manfaat, menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah
pengalaman baik bagi kami maupun bagi
pembaca .
Dalam
pembuatan makalah ini kami tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak yang
memberikan saran, serta masukan- masukan guna pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada yang bersangkutan.
Kendati
kami telah berusaha semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang ada. Namun , sebagaimana pepatah mengatakan, bahwa “tiada
gading yang tak retak”, tentu penyajian makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunannya dalam berbagai hal. Untuk itu, segala kritik dan
saran sangat diharapkan oleh penyusun demi sempurnanya makalah ini.
Amiiin…
Cirebon,
30 Mei 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan
Pembahasan..................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian
Sekularisme...........................................................
6
2.
Pandangan Islam Terhadap Sekularisme.................................
8
3.
Mereformasi Sekularisme Di Indonesia................................. 12
4.
Prinsip Sekularisme Di Indonesia ………………………… 14
5.
Ideologi Islam
Di Indonesia ………………………………..
16
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 18
B. Saran………………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekularisme secara terminologi sering didefinisikan sebagai
sebuah konsep yang memisahkan antara negara dan agama (state and religion).
Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatatanan hidup yang
bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat,
sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan
hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan
manusia dengan tuhan. Maka, menurut para sekular, negara dan agama yang
dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak bisa disatukan.
Masing-masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri.
Indonesia sebetulnya sudah bisa disebut sebagai negara
sekular. Karena, melihat kenyataan di lapangan negeri ini sudah sedemikian
bergantungnya kepada sistem sekularisme yang merupakan ‘akidah’ dari
kapitalisme ini. Jika pun muncul pernyataan yang menolak disebut negara agama
dan negara sekular, itu hanya sebatas menjaga perasaan warga negaranya saja.
Meski pada kenyataannya, masyarakat kita pun sudah terbiasa dengan gaya
kehidupan masyarakat sekular yang berciri utama kebebasan dan tidak melibatkan
agama dalam penyelesaian problem kehidupan. Ini merupakan tabiat utama
sekularisme. Itu sebabnya, pantas jika sekularisme disebut sebagai ‘akidah’ yang
meminggirkan kedaulatan Ilahi demi kepentingan manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam penjelasan ini
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1) Apa yang
di maksud Sekularisme?
2) Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Sekularisme?
3)
Bagaimana
Cara Mereformasi
Sekularisme Di Indonesia ?
4)
Apa saja Prinsip Sekularisme Di Indonesia?
5)
Bagaimana Ideologi Islam Di Indonesia?
C.
Tujuan
Masalah
Dalam
makalah ini penulis bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut :
1)
Mengetahui Pengertian Sekularisme.
2) Mengetahui
Pandangan
Islam Terhadap Sekularisme.
3) Mengetahui
Cara Mereformasi
Sekularisme Di Indonesia.
4) Mengetahui
Prinsip
Sekularisme Di Indonesia.
5)
Mengetahui Ideologi Islam Di
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian Sekularisme
Secara etimologi sekularisme berasal
dari kata saeculum (bahasa latin) yang memiliki arti waktu tertentu atau
tempat tertentu. Atau lebih tepatnya menunjukkan kepada waktu sekarang dan di
sini, dunia ini. Sehingga, sungguh tepat jika saeculum disinonimkan
dengan kata wordly dalam bahasa inggrisnya. Maka
sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat
kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini (keduniaan an sich).
Tanpa ada perhatian sama sekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti
adanya kehidupan setelah kematian yang notabene adalah inti dari ajaran agama.[1]
Sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara
garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau
harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan
kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah
kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu. Sekularisme juga
merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya
yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan
fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.
Tujuan dan argumen yang mendukung
sekularisme beragam. dalam Laisisme Eropa, di usulkan
bahwa sekularisme adalah gerakan menuju modernisasi
dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan tradisional. Tipe sekularisme ini, pada
tingkat sosial dan filsafats seringkali terjadi selagi masih memelihara gereja negara yang resmi,
atau dukungan kenegaraan lainnya terhadap agama.
Dalam kamus al-Mu’jam al-Wasith
sekular didefinisikan sebagai al-Almaniyah dengan menisbahkan kepada
‘Alm (alam atau dunia). Sebagai penjelas tambahan dari istilah sekularisme ini,
beberapa kalangan dari politisi, sejarawan, dan budayawan Inggris menyebutkan
bahwa sekularisme adalah produk dari masyarakat Kristen yang didefinisikan
sebagai reaksi atau gerakan penentangan.[2]
Untuk memudahkan, definisi yang
paling masyhur secara istilah menyatakan bahwa sekularisme adalah “memisahkan
agama dari negara”. Sufur bin Abdul Rahman al-Hawali menyatakan bahwa
sekularisme adalah: “Membangun kehidupan bukan berdasarkan agama, baik dalam
sebuah negara ataupun bagi seorang individu”[3]
Melengkapi definisi ini, dalam
bahasa Perancis, sekular juga dikenal sebagai laicisme. Yakni satu
doktrin yang benar-benar bebas dan tidak bercampur dengan agama. Ia melibatkan
kepercayaan bahwa peranan atau fungsi yang biasa dilaksanakan oleh kaum
rohaniwan, seharusnya dipindah-alihkan kepada negara, terutama di dalam bidang
perundangan dan pendidikan.
Sementara untuk negara agama,
seringkali dipahami sebagai negara yang berlandaskan doktrinasi agama tertentu
yang berkuasa atas jalannya pemerintahan suatu negara. Banyak kalangan
mengkhawatirkan masalah ini. Bahkan menilainya dengan ketakutan yang sangat
berlebihan. Menurut mereka, negara agama akan menciptakan kekuasaan yang
otoriter atas nama agama tertentu untuk menutup ruang gerak pemeluk agama lain.
Hasilnya, akan menyuburkan perseteruan tiada akhir.
Kekhawatiran itu antara lain muncul
dalam bentuk pernyataan yang menganggap bahwa warga nonmuslim misalnya, akan
menjadi warga kelas dua. Dijelaskan pula bahwa negara agama, dalam hal ini
negara Islam tidak mungkin sesuai dengan prinsip equal opportunity bagi
semua warga negara. Dalam negara Islam, hukum Islam menjadi konstitusi negara.
Pemimpin politik nasional mustahil datang dari agama yang berbeda dari Islam.
Orang yang bukan Islam menjadi warga negara kelas dua, karena sistem tidak
memungkinkannya menjadi pemimpin nasional, yang akan tunduk pada hukum Islam
(bagaimana mengharapkan hukum Islam dijalankan oleh orang yang tidak percaya
kepada hukum Islam karena tidak beragama Islam).
Bahkan seringkali diberikan
labelisasi bahwa para penggagas negara agama adalah mereka yang berasal dari
kalangan garis keras. “Ketidakjelasan hubungan agama dengan negara termaktub
dalam al-Quran, yang tidak memberikan suatu pola teori kenegaraan yang pasti
yang harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri. Namun demikian,
paradigma penyatuan antara Islam dan negara diambil oleh kelompok Islam
radikal. Bagi mereka, Islam sebagai agama diyakini memiliki seluruh perangkat
kenegaraan yang tegas dan jelas. Keyakinan ini mendasari adanya paradigma hubungan
agama dan negara secara integratif,” papar Khamami Zada. [4]
Dari beberapa penjelasan ini,
Indonesia sebetulnya sudah bisa disebut sebagai negara sekular. Karena, melihat
kenyataan di lapangan negeri ini sudah sedemikian bergantungnya kepada sistem sekularisme
yang merupakan ‘akidah’ dari kapitalisme ini. Jika pun muncul pernyataan yang
menolak disebut negara agama dan negara sekular, itu hanya sebatas menjaga
perasaan warga negaranya saja. Meski pada kenyataannya, masyarakat kita pun
sudah terbiasa dengan gaya kehidupan masyarakat sekular yang berciri utama
kebebasan dan tidak melibatkan agama dalam penyelesaian problem kehidupan. Ini
merupakan tabiat utama sekularisme. Itu sebabnya, pantas jika sekularisme
disebut sebagai ‘akidah’ yang meminggirkan kedaulatan Ilahi demi kepentingan
manusia.[5]
- Pandangan Islam Terhadap Sekularisme
Jika sebuah ide
telah menjadi sebuah raksasa yang menggurita, maka tentunya akan sangat sulit
untuk melepaskan belenggu tersebut darinya. Terlebih lagi ummat Islam sudah
sangat suka dan jenak dengan tata kehidupan yang sangat sekularistik tersebut.
Dan sebaliknya, mereka justru sangat khawatir dan takut jika penataan negara
ini harus diatur dengan syari’at Islam. Mereka khawatir, syari’at Islam adalah
pilihan yang tidak tepat untuk kondisi masyarakat nasional dan internasional
saat ini, yang sudah semakin maju, modern, majemuk dan pluralis. Mereka
khawatir, munculnya syari’at Islam justru akan menimbulkan konflik baru,
terjadinya disintegrasi, pelanggaran HAM, dan mengganggu keharmonisan kehidupan
antar ummat beragama yang selama ini telah tertata dan terbina dengan baik.[6]
Untuk dapat
menjawab persoalan ini, marilah kita kembalikan satu-per satu masalah ini
pada bagaimana pandangan Al Qur’an terhadap prinsip-prinsip sekularisme di
atas, mulai dari yang paling mendasar, kemudian turunan-turunannya. Kita mulai
dari firman Allah dalam Q.S. Al Insan: 2-4:
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ÅÁt/ ÇËÈ $¯RÎ) çm»uZ÷yyd @Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·qàÿx. ÇÌÈ !$¯RÎ) $tRôtFôãr& úïÌÏÿ»s3ù=Ï9 6xÅ¡»n=y Wx»n=øîr&ur #·Ïèyur ÇÍÈ
Artinya:“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat, Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan yang
lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kafir, Sesungguhnya Kami menyediakan
bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala”. (Q.S. Al Insan: 2-4)
Ayat-ayat di
atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa sesungguhnya
Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan manusia hidup di
dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menerima
ujian dari Allah SWT, berupa perintah dan larangan. Allah juga memberi tahu
bahwa datangnya petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah pilihan bebas
manusia (sebagaimana prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga tidak. Akan
tetapi, merupakan kewajiban asasi manusia (KAM), sebab jika manusia menolaknya
(kafir) maka Allah SWT telah menyiapkan siksaan yang sangat berat di akherat
kelak untuk kaum kafir tersebut.
Selanjutnya,
bagi mereka yang berpendapat bahwa jalan menuju kepada petunjuk Tuhan itu boleh
berbeda dan boleh dari agama mana saja (yang penting tujuan sama), sebagaimana
yang diajarkan dalam prinsip pluralisme agama di atas, maka hal itu telah
disinggung oleh Allah dalam firmanNya Q.S. Ali ‘Imran: 19:
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya:“Sesungguhnya
agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam, Barangsiapa mencari agama
selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat
kelak dia termasuk orang-orang yang merugi (masuk neraka)”. (Q.S. Ali ‘Imran: 19)
Walaupun Islam
adalah satu-satunya agama yang benar dan yang diridhai, namun ada penegasan
dari Allah SWT, bahwa tidak ada paksaan untuk masuk Islam. Firman Allah SWT
dalam Q.S. Al Baqarah: 256:
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3t ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# w tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿx îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
Artinya:“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah”.( Q.S. Al Baqarah: 256)
Jika Islam harus
menjadi satu-satunya agama pilihan, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah,
sejauh mana manusia harus melaksanakan agama Islam tersebut? Allah SWT
memberitahu kepada manusia, khususnya yang telah beriman untuk mengambil Islam
secara menyeluruh. Firman Allah SWT, dalam Q.S. Al Baqoroh: 208:
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qè=äz÷$#
Îû
ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$2
wur (#qãèÎ6®Ks?
ÅVºuqäÜäz
Ç`»sÜø¤±9$#
4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9
Arßtã
×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ
Artinya:“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan
janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnaya setan itu musuh yang
nyata bagimu”.( Q.S. Al Baqoroh: 208)
Perintah untuk
masuk Islam secara keseluruhan juga bukan merupakan pilihan bebas, sebab ada
ancaman dari Allah SWT, jika kita mengambil Al Qur’an secara setengah-setengah.
Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqoroh: 85:
§NèO öNçFRr& ÏäIwàs¯»yd cqè=çGø)s? öNä3|¡àÿRr& tbqã_ÌøéBur $Z)Ìsù Nä3ZÏiB `ÏiB öNÏdÌ»tÏ tbrãyg»sàs? NÎgøn=tæ ÄNøOM}$$Î/ Èbºurôãèø9$#ur bÎ)ur öNä.qè?ù't 3t»yé& öNèdrß»xÿè? uqèdur îP§ptèC öNà6øn=tã öNßgã_#t÷zÎ) 4 tbqãYÏB÷sçGsùr& ÇÙ÷èt7Î/ É=»tGÅ3ø9$# crãàÿõ3s?ur <Ù÷èt7Î/ 4 $yJsù âä!#ty_ `tB ã@yèøÿt Ï9ºs öNà6YÏB wÎ) Ó÷Åz Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( tPöqtur ÏpyJ»uÉ)ø9$# tbrtã #n<Î) Ïdx©r& É>#xyèø9$# 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÑÎÈ
Artinya:“Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar kepada sebahagian yang lain?
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak akan lengah dari apa yang kamu
perbuat”.( Q.S. Al
Baqoroh: 85)
Walaupun
penjelasan Allah dari ayat-ayat di atas telah gamblang, namun masih ada kalangan
ummat Islam yang berpendapat bahwa kewajiban untuk terikat kepada Islam tetap
hanya sebatas persoalan individu dan pribadi, bukan persoalan hubungan antar
manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjawab persoalan itu ada
banyak ayat yang telah menjelaskan hal itu, di antaranya Q.S. Al Maidah: 48:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Å° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
Artinya:“Maka
hukumkanlah di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan, dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka (dengan meninggalkan) kebenaran
yang telah datang kepada engkau”.( Q.S. Al Maidah: 48)
Perintah
tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan juga berfungsi untuk mengatur
dan menyelesaikan perkara yang terjadi di antara manusia. Dan dari ayat ini
juga dapat diambil kesimpulan tentang keharusan adanya pihak yang mengatur,
yaitu penguasa negara yang bertugas menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal itu
diperkuat dalam Q.S. An Nissa’: 59:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya:“Hai
orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.( Q.S. An
Nissa’: 59)
Ayat-ayat tersebut
menerangkan bahwa munculnya rahmat itu karena diutusnya Nabi (yang membawa
Islam), bukan yang sebalikya, yaitu setiap yang nampaknya mengandung maslahat
itu pasti sesuai dengan Islam. Dengan demikian jika ummat manusia ingin
mendapatkan rahmat dari Tuhannya, tidak bisa tidak melainkan hanya dengan
menerapkan dan mengamalkan syari’at Islam. Selain itu, ayat tersebut juga
menegaskan bahwa rahmat tersebut juga berlaku untuk muslim, non muslim maupun
seluruh semesta alam ini.
- Mereformasi Sekularisme Di Indonesia
Mungkinkah mereformasi sebuah negara
sekular? Jawabannya mungkin dan bisa dilakukan. Dalam tataran konsep pemahaman
keagamaan pun, Nurcholis Madjid pernah mereformasi keyakinan umat tentang
Islam. Dengan semboyannya yang terkenal di era 70-an, “Sekularisme Yes, Islam
No!”, Cak Nur, panggilan akrab penarik gerbong sekularisme ini, berhasil
membutakan akal sehat sebagian besar umat Islam negeri ini. Hasilnya, pembelaan
terhadap sekularisme meningkat, dan pengucilan terhadap Islam menjadi-jadi. Itu
sebabnya, kita pun bisa mengubah negara sekular dengan Islam. Kita hanya
membutuhkan usaha bersama, kerja keras, dan konsep yang jelas tentang negara
Islam sekaligus mengetahui titik lemah sekularisme.[7]
Untuk mengetahui titik lemah
sekularisme, kita bisa melihat produk sistem kehidupan buatan manusia ini.
Kegagalan demi kegagalan senantiasa menjadi bukti betapa lemahnya sistem ini
untuk mengatur kehidupan umat manusia. Angka kriminalitas yang meningkat tajam,
ekonomi yang carut-marut, bahkan bidang politik dan keamanan negara yang
semrawut. Ideologi ini sudah cacat sejak lahir. Betapa tidak, ‘kenekatannya’
untuk ngotot memisahkan agama dari negara adalah sebuah kekeliruan
terbesar yang dilakukan para penggagas sekularisme.[8]
Padahal dalam Islam, agama dan
negara merupakan relasi yang harmonis dalam menciptakan konsep kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Akidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan qadar (taqdir)
Allah. Akidah ini merupakan dasar ideologi Islam yang darinya terlahir berbagai
pemikiran dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia. Akidah Islamiyah
menetapkan bahwa keimanan harus terwujud dalam keterikatan terhadap hukum
syara’, yang cakupannya adalah segala aspek kehidupan. Itu artinya, pengingkaran
kepada sebagian saja dari hukum Islam (seperti yang terwujud dalam sekulerisme)
adalah suatu kebatilan dan kekufuran yang nyata. Allah Swt. berfirman :
xsù y7În/uur w cqãYÏB÷sã 4Ó®Lym x8qßJÅj3ysã $yJÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO w (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai
hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan..” (QS an-Nisaa` [4]: 65)
!$¯RÎ) $uZø9tRr& sp1uöqG9$# $pkÏù Wèd ÖqçRur 4 ãNä3øts $pkÍ5 cqÎ;¨Y9$# tûïÏ%©!$# (#qßJn=ór& tûïÏ%©#Ï9 (#rß$yd tbqÏY»/§9$#ur â$t6ômF{$#ur $yJÎ/ (#qÝàÏÿósçGó$# `ÏB É=»tFÏ. «!$# (#qçR%2ur Ïmøn=tã uä!#ypkà 4 xsù (#âqt±÷s? }¨$¨Y9$# Èböqt±÷z$#ur wur (#rçtIô±n@ ÓÉL»t$t«Î/ $YYyJrO WxÎ=s% 4 `tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memberi
keputusan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang kafir.”
(QS al-Maa`idah [5] : 44)
Dengan demikian, seluruh hukum Islam wajib diterapkan bagi manusia, sebagai
tindakan nyata adanya iman dan akidah islamiyah. Masalahnya, karena hukum-hukum
Islam tidak bisa diterapkan dengan sempurna kecuali jika ada intitusi
negara, maka keberadaan negara dalam Islam adalah sebuah keharusan yang tak
bisa ditawar lagi. Pendek kata, agama tak dapat dipisahkan dari negara. Agama
mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang terwujud dalam konstitusi
dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Dengan melihat kenyataan seperti
ini, rasanya pantas untuk mengingatkan kepada para penggagas dan pejuang
sekularisme, bahwa kini saatnya Anda harus berhenti berharap untuk mewujudkan
negara adil-makmur, aman dan sejahtera di bawah naungan
kapitalisme-sekularisme.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekularisme adalah “memisahkan agama
dari negara”. Sufur bin Abdul Rahman al-Hawali menyatakan bahwa
sekularisme adalah: “Membangun kehidupan bukan berdasarkan agama, baik dalam
sebuah negara ataupun bagi seorang individu para penggagas negara agama adalah
mereka yang berasal dari kalangan garis keras.
Islam
adalah agama yang sempurna (kaffah), mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai
dari yang dipandang kecil seperti memakai sandal mulai dari kaki kanan terlebih
dahulu hingga mengatur urusan politik dan pemerintahan.
Indonesia sebetulnya sudah bisa
disebut sebagai negara sekular. Karena, melihat kenyataan di lapangan negeri
ini sudah sedemikian bergantungnya kepada sistem sekularisme yang merupakan
‘akidah’ dari kapitalisme ini.
Ketidakjelasan hubungan agama dengan
negara termaktub dalam al-Quran, yang tidak memberikan suatu pola teori
kenegaraan yang pasti yang harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri.
Namun demikian, paradigma penyatuan antara Islam dan negara diambil oleh
kelompok Islam radikal. Bagi mereka, Islam sebagai agama diyakini memiliki
seluruh perangkat kenegaraan yang tegas dan jelas.
B. Saran
Dalam
pembahasan makalah ini kami akan membahas tentang Sekularisme
Islam Di Indonesia, di
harapkan makalah ini dapat memberikan manfaat, menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan menambah pengalaman baik bagi kami maupun bagi pembaca .
Kendati
kami telah berusaha semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang ada. Tentu penyajian makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunannya dalam berbagai hal. Untuk itu, segala kritik dan
saran sangat diharapkan oleh penyusun demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Nulkarim (Terjemahan DEPAG).
Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam,
Barat dan Kebebasan Akademis. Jogjakarta : Titian Ilahi Press..
Audi, Robert, 2002. Agama dan
Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal. Yogyakarta : UII Press.
Hamid , Ahmad. Dkk. 2010. Pemikiran Modern Dalam Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan
Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
Cet. II.
Munawar Budhy,dkk.2010. Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme.
Jakarta: Grasindo.
Nasiwan, 2003. Diskursus antara Islam dan
Negara – Suatu Kajian Tentang Islam Politik di Indonesia. Pontianak
: Yayasan Insan Cita.
Shaleh, Khudlori. 2003. Pemikiran
Islam Kontemporer. Yogyakarta : Jendela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar